Ketidakefektifan Program Sekolah 5 Hari bagi Penanaman Nilai Keagamaan dan Moral Siswa




Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat urgen bagi bangsa negara ini, khususnya para calon cendekiawan penerus bangsa, yang di tangannya lah sebuah negara tersebut akan lebih baik atau justru akan terpuruk. Apalagi sejak pemerintah mencanangkan program wajib belajar 12 tahun secara gratis.Program ini merupakan sebuah peluang bagi seluruh masyarakat, khususnya bagi mereka yang ingin menyekolahkan anaknya setinggi mungkin, namun terkendala akibat tidak adanya biaya guna membiayainya.

 
Program tersebut pasti dirasa sangat berdampak positif bagi seluruh masyarakat Indonesia. Namun, apabila pendidikan tersebut berprogramkan “5 hari belajar dalam seminggu”, sesuai dengan program baru yang diusulkan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, yang beliau mengusulkan agar diadakannya program belajar 5 hari bagi para siswa, yang dimulai dari jam 07.00 WIB sampai 16.00 WIB, hal itu perlu dipertimbangkan bagi masyarakat Indonesia.
Jikalau masyarakat menengok ke tujuan utamanya, yaitu agar waktu berkumpul para siswa dengan keluarganya akan menjadi lebih banyak, mungkin program tersebutdapat dijadikan sebagai sebuah program pendidikan yang efektif.Akan tetapi, apabila masyarakat menengok lebih dalam lagi, tentu program tersebut banyak menuai kontroversi yang berkepanjangan serta dampak yang sangat merugikan bagi siswa, baik segi fisik maupun psikis.
Dari segi fisik misalnya. Ketika program sekolah 5 hari tersebut dicanangkan, waktu pulang para siswa pasti akan lebih sore sehingga tidak ada senggang waktu untuk beristirahat siang sedikitpun, yang hal itu justru sangat diperlukan guna merefresh pikiran mereka. Selain itu, ketika waktu siang yang seharusnya digunakan untuk beristirahat tersebut justru digunakan untuk waktu belajar, hal itu jelas tidak efektif.Hal ini dikarenakan mayoritas siswa pasti tidak akan fokus ke sebuah pelajaran yang diajarkan dan justru hal itu akan membuat kegiatan belajar mengajar menjadi sia-sia diakibatkan oleh ketidakfokusan siswa dalam menerima pelajaran.
Selain itu, bagi para siswa yang mengikuti kegiatan ektrakulikuler, mereka akan tidak mampu untuk mengistirahatkan tubuh mereka karena terforsir oleh kegiatan pembelajaran yang baru selesai pukul 16.00 WIB. Sedangkan apabila kegiatan ekstrakulikuler tersebut dilaksanakan di hari tertentu, pun tak ada bedanya dengan kegiatan belajar pada umumnya. Justru hal itu akan manambah forsiran otak siswa yang mereka tak ada senggang waktu untuk beristirahat sedikitpun.  
Tak hanya itu saja.Dari segi psikis misalnya.Dalam pendidikan, seorang siswa tidak hanya memerlukan pengetahuan umum saja sebagai penunjang intelektualitas mereka.Diperlukan pula pengetahuan agama guna meningkatkan kereligiusitasan dan pengembangan moral mereka. Ketika seorang siswa terlalu dipaksa untuk memforsir otaknya hanya untuk pengetahuan umum saja, psikis mereka akn terganggu karena terlalu banyak mengerahkan seluruh kapasitas otaknya hanya untuk belajar pengetahuan umum sehingga pembelajaran agamanya pun justru akan terbengkalai.
Lebih lagi apabila kita mengamati bahwa mayoritas masyarakat, di setiap daerahnya pasti mempunyai kearifan lokal tersendiri, yang hal itu guna meningkatkan kualitas pengetahuan agamanya.Misalnya, di daerah Jawa Tengah.Mayoritas masyarakat di daerah atau wilayah tersebut rata-rata menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah berbasis agama, yang kebanyakan kegaitan belajar mengajarnya dilaksanakan pada sore hari dan liburnya pun pada hari Jum’at.
Tak hanya itu. Umumnya, bagi para orang tua yang ingin memberikan pendidikan agama yang layak bagi anak-anaknya, mereka akan menyekolahkan anak-anaknya ke sebuah sekolah yang berlengkapkan “Pondok Pesantren”. Sedangkan kita semua mengetahui bahwa rata-rata di Pondok Pesantren tersebut, dilengkapi dengan sekolah agama (istilah umumnya yaitu Madrasah Diniyah atau Madin) dan kegiatan-kegiatan keagamaan guna menunjang kereligiusitasan para siswa.
Kemudian, kembali lagi apabila program tersebut berhasil diresmikan, hal ini akan berdampak signifikan pada peningkatan nilai keagamaan para siswa. Mereka akan handal dalam pengetahuan umum saja dan akan terbelakang dalam hal pengetahuan agama, yang hal ini pasti tidak akan diharapkan oleh semua orang. Mereka bagaikan orang buta, yang seperti sebuah ucapan yang diucapkan olehseorang pepatah Arab: “Orang yang belajar ilmu pengetahuan umum saja tanpa dilengkapi dengan ilmu pengetahuan agama, maka dia bagaikan orang buta….”
Selain itu, sesungguhnya para siswa yang diharapkan menjadi penerus bangsa bukanlah mereka yang berotak Jerman, yang hanay mempunyai intelektualitas tinggi saja.Akan tetapi, penerus bangsa sesungguhnya yang diharap-harapkan negara ialah mereka yang berotak Jerman dan bermoral Makkah.Sedangkan, untuk membentuk para penerus bangsa yang bermoral Makkah, perlu adanya pendidikan moral ataupun agama sebagai penunjang terlengkapnya otak Jerman tersebut.
Untuk itu, bila mana masyarakat semua menengok ke dampak-dampak negatif tersebut, program tersebut pastinyaakandirasa sangat tidak efektif. Kapasitas otak seseorang itu ada batasnya.Sebagian besar dari mereka mungkin banyak yang mengatakan bahwa gunakanlah otak kita dengan sebaik-baiknya dan jangan ada waktu untuk hal yang tak berguna. Akan tetapi, apabila otak tersebut digunakan melebihi batas kapasitas yang tak sesuai, hal ini justru akan berdampak buruk bagi kinerja otak. Otak akan tidak mempunyai waktu untuk beristirahat karena terlalu banyak terforsir oleh pembelajaran yang tak sebanding.
Sedangkan apabila kinerja otak seseorang digunakan sesuai dengan porsinya, yaitu ada kalanya digunakan untuk belajar pengetahuan umum guna peningkatan intelektualitas siswa, dan ada kalanya pula digunakan untuk belajar pengetahun agama guna peningkatan kualitas agama dan moral siswa, hal itu justru akan berdampak sangat baik bagi pengembangan kualitas diri yang nantinya akan berdampak baik bagi bangsa dan negara. Karena, orang yang berpengetahuan tinggi tanpa dilengkapi dengan moral yang baik, semua itu tak ada bedanya dengan binatang yang tak mempunyai akal bahkan moral.Wallahu a’lam bi al-showab.



0 komentar: