Ekonomi Sufiistik BI.

Ekonomi Sufiistik BI.
Apakah sufistik hanya ada dalam ilmu tasawuf. Ternyata sufistik tidak melulu mengenai tasawuf. tetapi juga berlaku di ekonomi. Bagaimana sufistik ini dapat berkaitan dengan ekonomi di Indonesia. Apa yang dimaksud dengan ekonomi sufistik ?
 Ekonomi sufistik adalah suatu cara pandang tentang perilaku ekonomi yang dikembangkan melalui salah satu tradisi yang memiliki sejarah panjang dalam dunia intelektual Islam. Dan lebih dikenal sebagai tradisi kearifan atau hikmah. Nilai nilai karifan lah yang menjadi patokan dalam mengenai bagaimana ekonomi sufiistik itu sendiri.
 Ekonomi sufiistik merupakan model dari pemikiran imam ghozali, seorang tokoh ekonomi islam yang masyhur di kalangan ekonom dunia. Ekonomi sufiistik juga berperan dalam hal ekonomi moneter di mana sebuah negara ingin menjaga stabilitas negaranya. di Indonesia sendiri yang bertugas menjadi perancang kebijakan moneter adalah bank Indonesia. Sebagai mana tugas bank Indonesia yaitu menjaga stabilitas nilai rupiah serta menjaga kestabilan ekonomi di Indonesia.
Ekonomi Sufiistik Menurut Pakarnya.
Pandangan ekonomi sufiistik imam ghozali mengungkapkan Konsep sufiistik di bidang moneter adalah uang Dalam karya monumentalnya, Ihya’ Ulum ad-Din, al-Ghazali mendefinisikan bahwa uang adalah barang atau benda yang berfungsi sebagai sarana untuk mendapatkan barang lain. Benda tersebut dianggap tidak mempunyai nilai sebagai barang (nilai intrinsik). Oleh karenanya, ia mengibaratkan uang sebagai cermin yang tidak mempunyai warna sendiri tapi mampu merefleksikan semua jenis warna.
Di lihat dari sini uang bukan hanya di lihat terhadap fungsinya tetapi juga nilai dari uang itu sendiri, Oleh karena uang menurut Al-Ghazali hanya sebagai standar harga barang atau benda maka uang tidak memiliki nilai intrinsik. Atau lebih tepatnya nilai intrinsik suatu mata uang yang ditunjukkan oleh real existence-nya dianggap tidak pernah ada. Anggapan Al-Ghazali bahwa uang tidak memiliki nilai intrinsik ini pada akhirnya terkait dengan permasalahan seputar permintaan terhadap uang, riba, dan jual beli mata uang.
Selain itu praktek praktek yang merugikan bagi kepentingan umum ini juga tidak di anjurkan di dalam ekonomi sufiistik itu sendiri.
Tujuan ekonomi sufistik juga sangatlah jelas, yaitu untuk mencapai keadilan sosial, keamanan sosial serta menjaga kesimbangan sosial bagi sebuah masyarakat.

Moneter Yang berlaku Di Indonesia
Bank  Indonesia sebagai pelaku Kebijakan moneter yang ada di Indonesia masih  menggunakan sistem bunga (BI rate), selalu menghasilkan konflik dengan sektor riil akibat dampak dari inflatoirnya melalui ekspansi jumlah uang beredar. Ketika otoritas moneter menaikkan suku bunga acuan untuk mengendalikan inflasi dan secara simultan mengoptimalkan operasi pasar terbuka, maka ekses likuiditas diserap, keinginan meminjam menurun, sehingga menurunkan permintaan terhadap barang dan jasa. Dengan demikian, suku bunga yang lebih tinggi akan membuat jumlah uang beredar mengalami kontraksi sehingga menurunkan tekanan terhadap kenaikan harga.
Bank Indonesia menjalankan fungsinya sebagai Bank sentral dengan berbagai instrumen. Salah satunya dengan Giro Wajib Minimum (GWM) adalah simpanan minimum bank-bank umum dalam bentuk giro pada BI yang besarnya ditetapkan oleh BI berdasarkan Persentase tertentu dari dana pihak ketiga. GWM adalah kewajiban bank dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip kehati-hatian perbankan (Prudential Banking) serta berperan sebagai instrumen moneter yang berfungsi mengendalikan jumlah peredaran uang.

            Dalam hal ini, Bank Indonesia apabila di lihat dari peran dan fungsinya, sudah menunjukkan sikap dari sufiistik yang di laksanakan. Mengingat implementasi sikap kehati-hatian yang dilakukan oleh Bank Indonesia selaras dengan teori ekonomi sufiistik Imam Al-Ghozali. Yang menjadikan negara ini akan stabil terhadap sistem ekonominya. (Ali Muntaha/ Hukum Ekonomi Syariah) UIN Walisongo

0 komentar: