PENGAJIAN DIALOGIS SEPUTAR QURBAN DAN AQIQAH; OLEH ASWAJA CENTER KUDUS
Kudus, 5
Agustus 2018 M
Pimpinan
Cabang GP Ansor Kabupaten Kudus melalui Aswaja Center Kudus telah sukses menyelenggarakan pengajian dialogis
pada hari Ahad 5 Agustus 2018 ba’da sholat isya di Masjid Agung
Kudus. Pengajian yang digelar
di Masjid yang terletak di Alun-alun Simpang Tujuh Kudus tersebut membahas tema
Qurban dan Aqiqah.
Pengajian diisi dengan bahtsul masail serta paparan-paran seputar fiqih qurban dan
aqiqah/ Tim pembicara yang hadir yaitu:
1. KH.
Yusrul Hana (Dewan Pakar Aswaja Center Kudus)
2. KH. Amin
Yasin (Katib Syuriyah PCNU Kudus)
3. Kyai
Muhammad Islahul Umam (Direktur Aswaja Center Kudus)
4. KH.
Sa’aduddin Annashih (Wakil Direktur Aswaja Center Kudus)
Dari pengajian
tersebut terdapat materi dari pengajian tersebut yang ditulis oleh tim aswaja
center, semoga bisa bermanfaat untuk kita semua, amin.
KURBAN
I.
PENGERTIAN,
LANDASAN DAN HUKUM
A.
Pengertian
Udlhiyah atau kurban ialah hewan berupa unta, lembu, kerbau atau
kambing yang disembelih sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT pada hari
Idul Adlha hingga akhir hari Tasyriq (10 – 13 Dzulhijjah)
B.
Landasan
Landasan hukum kurban adalah :
1.
Firman
Allah SWT :
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ(1)فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’mat yang banyak,
maka lakukanlah salat (Idul Adha) karena Tuhanmu dan berkorbanlah (menyembelih
hewan kurban)!” (QS. Al-Kautsar : 1 dan 2)
2.
Hadits
Nabi SAW :
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ
قَالَ ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ
أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ
رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا . رواه
البخاري ومسلم
“Nabi SAW telah menyembelih kurban berupa dua ekor biri-biri yang
dominan warna putihnya serta memiliki tanduk sedang. Beliau sembelih dengan
tangannya sendiri. Beliau membaca basmalah serta takbir dan meletakkan kakinya
pada bagian bawah leher hewan tersebut.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
C.
Hukum
1.
Hukum
asal
Hukum asal kurban adalah sunah ain yang sangat dianjurkan
bagi setiap individu (sunnah ain muakkadah), dan sunah kifayah yang
sangat dianjurkan bagi setiap keluarga (sunnah kifayah muakkadah). Jika salah
satu anggota keluarga tersebut telah berkurban maka anggota keluarga yang lain
tidak terkena hukum makruh karena tidak berkurban. Hukum sunah ini berubah
menjadi wajib ketika dinadzari.
2.
Hukum
berkurban untuk orang yang sudah meninggal
Jika orang yang sudah
meninggal tersebut pernah berwasiat untuk dikurbankan, maka hukum kurban
tersebut adalah sah. Jika orang yang
telah meninggal tersebut tidak pernah berwasiat untuk dikurbankan, maka
terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama; ada yang berpendapat tidak sah
dan ada yang berpendapat sah.
Di antara ulama yang berpendapat sah adalah Imam Rafi’i, dengan
alasan bahwa kurban adalah bagian dari sedekah. Para ulama sepakat bahwa sedekah
atas nama orang yang sudah meninggal diperbolehkan dan bermanfaat untuknya
II.
KRITERIA
HEWAN KURBAN
A.
Jenis
Hewan Kurban
- Unta dengan segala macam jenisnya.
- Lembu dengan segala macam jenisnya,
termasuk di antaranya adalah kerbau.
- Kambing dengan segala macam jenisnya.
Ketiga jenis
hewan tersebut boleh dijadikan hewan kurban, baik jantan maupun betina. Lembu,
kerbau dan unta bisa untuk 7 orang, sedangkan jenis kambing hanya untuk satu
orang.
Adapun hadits yang
mengatakan bahwa Nabi pernah berkurban dua kambing, satu untuk beliau dan
keluarganya, dan yang satu lagi untuk umatnya, maka itu adalah tasyrik fi tsawab
(mengikutsertakan keluarga dan umatnya dalam hal pahala kurban), bukan
berarti kambing satu mencukupi untuk lebih dari satu orang.
Urutan
keutamaan kurban ialah unta, lalu lembu atau kerbau, lalu biri-biri atau domba,
lalu kambing biasa, lalu sepertujuh unta, lalu sepertujuh lembu atau kerbau.
Ø Tujuh ekor kambing lebih utama daripada seekor unta, lembu atau
kerbau.
Ø Satu ekor kambing lebih utama daripada sepertujuh unta, lembu atau kerbau.
Ø Untuk kambing, diutamakan yang berwarna putih, kekuning-kuningan,
putih yang tidak cerah putihnya, kemerah-merahan, belang (hitam putih) lalu
hitam.
B.
Syarat Hewan Kurban
- Umur
a.
Unta,
harus berumur minimal lima tahun.
b.
Lembu,
harus berumur minimal dua tahun.
c.
Kambing
:
v Kambing biasa, kambing
kacangan harus berumur minimal dua tahun,
v Kambing domba, harus berumur
minimal 1 tahun atau sudah powel sebelum satu tahun.
- Tidak memiliki cacat.
Cacat yang dimaksud di sini adalah cacat yang mengurangi daging
(atau sejenisnya yang bisa dimakan), baik mengurangi secara seketika, misalnya:
terputusnya kaki, atau mengurangi dalam jangka panjang, misalnya: pincang yang jelas.
Pincang seperti ini menyebabkan hewan tersebut lambat dalam merumput sehingga
akan menjadi kurus.
Maka, sah berkurban dengan hewan yang tidak memiliki tanduk, atau
tanduknya patah. Begitu juga hewan yang kehilangan sebagian giginya.
Tidak sah berkurban dengan hewan yang tidak punya telinga sejak
lahir, atau terputus telinganya. Begitu juga hewan yang buta, meskipun buta
sebelah (pece), dan hewan yang sangat kurus.
Adapun berkurban dengan hewan betina yang bunting maka tidak sah
menurut pendapat yang mu’tamad.
III.
WAKTU PENYEMBELIHAN
Waktu penyembelihan kurban dimulai setelah terbitnya matahari,
ditambah waktu yang sekiranya cukup digunakan sholat dua rekaatat dan dua
khutbah yang ringan pada tanggal 10 Dzulhijjah, dan berakhir saat terbenamnya
matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah.
Semua waktu yang disebutkan
di atas boleh digunakan untuk penyembelihan kurban, baik siang maupun malam
hari, hanya saja penyembelihan kurban pada malam hari hukumnya makruh.
Selain waktu tersebut tidak
sah untuk penyembelihan kurban. Namun, untuk kurban nadzar yang tidak sempat
dilakukan pada waktunya, maka tetap wajib disembelih meskipun waktunya sudah habis,
dan dianggap sebagai qadla.
IV.
TATA
CARA PENYEMBELIHAN HEWAN SECARA UMUM
A.
Rukun
penyembelihan :
- Menyembelih.
Dalam penyembelihan diharuskan memotong saluran keluar masuknya
nafas (hulqum) dan saluran masuknya makanan dan minuman (mari’).
- Penyembelih.
Orang yang menyembelih diharuskan beragama islam
- Hewan yang disembelih
Hewan yang disembelih adalah hewan yang halal dagingnya, dan dalam
keadaan masih hidup. Jika hewan tersebut
hampir mati karena sebab yang jelas, seperti tertabrak atau tertembak, maka
disyaratkan adanya hayat mustaqirrah (keadaan masih adanya ruh
dalam jasad yang disertai kemampuan melihat, bersuara dan bergerak sesuai
kehendak) pada saat disembelih. Jika hewan tersebut hampir mati karena sakit
tanpa diketahui penyebabnya, maka boleh disembelih meskipun tidak memiliki hayat
mustaqirrah.
- Alat penyembelihan
Diharuskan menggunakan alat yang tajam dengan ketajaman yang
minimal mampu merobek daging, seperti alat tajam yang terbuat dari besi, batu
maupun kayu. Tidak boleh menyembelih dengan menggunakan kuku, gigi dan tulang,
meskipun sangat tajam.
B.
Kesunnahan
dalam menyembelih
- Menajamkan pisau
- Menekan pisau dengan kuat
- Orang yang menyembelih menghadap kiblat.
Leher hewan yang disembelih juga dihadapkan ke kiblat, dengan posisi
kepala di selatan.
- Membaca basmalah.
- Menyembelih unta dengan cara nahru (menyembelih
pada leher bagian bawah), untuk selain unta menyembelih dengan cara dzabhu
(menyembelih pada leher bagian atas).
- Menyembelih unta dalam keadaan berdiri, dan
menyembelih sapi, kerbau dan kambing dalam keadaan dibaringkan.
- Memotong kedua otot leher (قطع الودجين).
C.
Kemakruhan
dalam menyembelih
1.
Tidak
membaca basmalah.
2.
Tidak
menghadap kiblat.
3.
Mengasah
pisau di hadapan hewan yang akan disembelih.
4.
Menyembelih
hewan di hadapan hewan lain.
Hal-hal yang berkaitan dengan penyembelihan kurban :
-
Bagi
laki-laki yang berkurban disunnahkan untuk menyembelih hewan kurbannya sendiri,
sedangkan bagi perempuan disunnahkan untuk mewakilkan penyembelihan hewan
kurbannya. Apabila penyembelihan diwakilkan kepada orang lain, maka sunnah bagi
yang berkurban untuk menyaksikan penyembelihan hewan kurbannya.
-
Bagi
orang yang hendak berkurban, dimakruhkan memotong rambut dan kuku mulai awal
bulan Dzulhijjah hingga hewan kurbannya disembelih.
-
Disyaratkan
adanya niat dalam berkurban. Niat ini bisa dilakukan pada saat penyembelihan atau
sebelumnya, sebagaimana niat dalam zakat. Niat kurban boleh dilakukan sendiri oleh
orang yang berkurban, dan boleh diwakilkan.
v Contoh niat kurban sunnah bagi penyembelih sebagai wakil dari
mudhahi:
نويت الأ ضحية المسنونة عن موكلي ........... لله تعالى
v Contoh niat kurban nadzar bagi penyembelih sebagai wakil mudhahi:
نويت الأ ضحية المنذورة عن موكلي ....... لله تعالى
V.
PEMBAGIAN QURBAN
1.
Orang
yang berkurban nadzar atau berkurban untuk orang mati yang telah berwasiat untuk
dikurbankan, wajib membagikan seluruh daging dan kulitnya kepada fakir miskin.
Dia dan seluruh anggota keluarga yang wajib ia nafkahi, tidak diperbolehkan
memakan dari kurbannya. Dan jika terlanjur memakannya, maka wajib menggantinya
sesuai kadar yang dimakan.
2.
Untuk
kurban sunnah, harus ada sebagian dari dagingnya yang disedekahkan kepada fakir
miskin dalam keadaan mentah, meskipun hanya satu orang. Sisanya boleh dihadiahkan
kepada orang kaya, dan boleh dimakan oleh mudhahi. Yang paling utama adalah
menyedekahkan semuanya, kecuali sedikit bagian yang dimakan oleh mudhahi untuk tabarruk.
Bagian yang dimakan untuk tabarruk ini sebaiknya diambilkan dari hati.
Jika ingin makan lebih dari itu, maka sebaiknya tidak melebihi sepertiga.
3.
Penerima
kurban adalah perorangan yang muslim, bukan lembaga atau badan hukum. Dengan
demikian, tidak diperbolehkan memberikan kurban untuk biaya pembangunan masjid,
madrasah atau lembaga lain.
4.
Penerima
kurban yang fakir atau miskin memiliki secara penuh apa yang ia terima, dalam
arti ia berhak memanfaatkannya untuk keperluan sendiri atau menjualnya. Sedangkan
penerima yang kaya hanya berhak memanfaatkannya saja, tidak boleh menjualnya.
5.
Kulit
atau daging kurban tidak boleh diberikan kepada si penyembelih sebagai ongkos
menyembelih. Ongkos harus diperhitungkan tersendiri, tidak boleh dikaitkan
dengan pemberian kulit atau daging.
VI.
PANITIA KURBAN
1.
Panitia
kurban (dalam hal ini ketua panitia saja, panitia harian atau panitia lengkap,
sesuai kesepakatan) berstatus sebagai wakil mudhahi. Maka, panitia tidak
diperbolehkan memakan sebagian dari kurban tersebut tanpa seijin mudhahi. Biaya
pelaksanaan menjadi tanggung jawab mudhahi.
2.
Panitia
kurban seyogyanya meneliti cacat tidaknya hewan kurban yang diterimanya. Apabila
terdapat cacat maka diberitahukan kepada mudhahi untuk diganti hewan lain yang
memenuhi persyaratan, atau tetap disembelih sebagai sedekah biasa.
3.
Panitia
kurban berkewajiban memelihara, merawat dan bertanggungjawab sepenuhnya atas
hewan kurban yang telah diterimanya.
4.
Panitia
kurban hendaknya meneliti nadzar atau tidaknya kurban, untuk diadakan pemisahan
dalam pelaksanaan penyembelihan dan pembagian daging maupun kulitnya, agar
daging kurban nadzar tidak kembali kepada mudhahi sendiri.
5.
Panitia
kurban bila menerima dari mudhahi berupa uang, maka harus melalui prosedur
wakalah dalam hal pembelian hewan dan pelaksanaan kurban.
AKIKAH
I.
PENGERTIAN, LANDASAN DAN HUKUM
- Pengertian
Menurut bahasa, akikah adalah rambut yang ada pada kepala bayi saat
dilahirkan. Sedangkan menurut syara’, akikah adalah hewan tertentu yang
disembelih berkaitan dengan kelahiran bayi.
- Landasan
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ، قَالَ: أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْهِرٍ، عَنْ
إِسْمَاعِيلَ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنِ الحَسَنِ، عَنْ سَمُرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الغُلاَمُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ
يُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ، وَيُسَمَّى، وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ .
“Anak tergadai dengan akikahnya, disembelihkan
untuknya pada hari ketujuh, diberi nama dan dicukur rambut kepalanya” (HR.
At-Tirmidzi)
- Hukum
Hukum akikah adalah sunnah muakkadah bagi wali atau orang
yang wajib menanggung nafkah bayi. Akikah dilaksanakan dengan memakai harta
wali, bukan harta bayi. Hukum ini berlaku bagi wali yang mampu. Jika ia tidak pernah
mampu sejak lahirnya bayi hingga lewatnya 60 hari, maka tidak disunatkan
melaksanakan akikah.
II.
WAKTU PELAKSANAAN
- Ketika
wali disunatkan untuk melaksanakan akikah, maka waktu pelaksanaan akikah adalah
sejak lahirnya bayi sampai ia menjelang baligh. Jika sampai baligh si anak
belum juga diakikahi, maka tidak disunnahkan bagi wali untuk
mengakikahinya, namun bagi anak sebaiknya mengakikahi dirinya sendiri.
- Waktu
paling utama untuk pelaksanaan akikah adalah hari ketujuh dari kelahiran.
Jika tidak bisa di hari ketujuh, sebaiknya di hari ke-14 atau hari ke-21.
III.
JUMLAH HEWAN YANG DISEMBELIH
Disunahkan mengakikahi bayi laki-laki dengan dua ekor kambing,
sedangkan untuk bayi perempuan cukup satu ekor. Jika bayi laki-laki diakikahi
dengan satu ekor maka sudah mencukupi.
IV.
KRITERIA HEWAN AKIKAH
Dalam akikah, hewan yang akan disembelih sama ketentuannya dengan
hewan kurban sebagaimana keterangan di atas, mulai dari umur hewan, jenis
hewan, selamat dari cacat, menjadi wajib jika dinadzari, hingga larangan ikut
menikmatinya jika dinadzari.
V.
PERBEDAAN KURBAN DAN AKIKAH
Ibadah kurban dan akikah dalam beberapa hal mempunyai kesamaan, dan
juga mempunyai perbedaan. Perbedaannya antara lain:
1)
Daging
kurban wajib dibagi dalam keadaan mentah, sedangkan daging akikah tidak wajib
dibagikan mentah, bahkan disunatkan dimasak terlebih dahulu, baru dibagikan.
2)
Ketika
orang kaya menerima akikah, maka ia memilikinya secara penuh, sehingga boleh
memanfaatkan untuk dirinya dan boleh menjualnya. Jika yang ia terima adalah
daging kurban, ia hanya berhak memanfaatkannya.
3)
Waktu
pelaksanaan akikah bagi wali lebih longgar, yaitu mulai lahirnya bayi sampai menjelang
baligh. Sedangkan waktu pelaksanaan kurban hanya tanggal 10, 11, 12, dan 13
Dzulhijjah tiap tahun.
4)
Akikah
dilaksanakan sekali seumur hidup, sedangkan kurban dapat dilakukan tiap tahun.
PENGAJIAN DIALOGIS SEPUTAR QURBAN
DAN AQIQAH; OLEH ASWAJA CENTER KUDUS
0 komentar: